Pernah membayangkan mendaki gunung selama 5 hari 5 malam
dengan logistik yang terbatas? Saya juga tidak. Sampai akhirnya saya memutuskan
ikut pendakian dua orang senior saya yang sangat ingin ke Gunung Argopuro,
tujuan yang sempat tertunda setahun sebelumnya. Kami mendaki berdelapan. Saya
juga sangat penasaran dengan gunung itu, yang katanya gunung dengan jalur
pendakian terpanjang di Pulau Jawa. Benar saja, gunung Argopuro berada di
Dataran Tinggi Yang dengan luas 14.177 Ha, kita harus melewati pegunungan dengan
jalur yang melewati banyaaak padang rumput. Waktu itu kami mendaki saat musim
kemarau, jadi padangnya coklat, kering. Tapi tetap saja ada perasaan senang
saat melewatinya. Tak terbayang lagi jika mendaki saat musim penghujan, pasti
suasananya hijau sejauh mata memandang.
Gunung daerah JawaTimur terkenal dengan gersang dan
sulitnya mendapatkan air. Tapi tidak dengan gunung ini. Ada beberapa mata air
yang biasa disinggahi oleh pendaki untuk mengambil air. Jika musim kemarau,
airnya tidak terlalu banyak. Saat pertama bertemu dengan padang rumput luas,
rasanya senang sekali. Tapi sepertinya tidak untuk yang ketiga atau keempat
kalinya. Ini sangat menyiksa, pikirku. Yang sangat mengganggu adalah beberapa
warga yang seliweran dengan motor bebeknya. Biasanya mereka sampai di pos
Cikasur, entah apa yang diambilnya, saya lupa tentang itu. Katanya bisa naik
ojek sampai Cikasur, dengan ongkos yang menurutku agak ringan. Karena tujuanku
adalah pendakian gunung, jadi ya nikmati saja. Jalan terus pantang mengeluh!
Sebelum sampai di pos Cikasur, kami disambut suara riuh
merak hitam. Saya memasang penglihatan dengan sangat awas. Sayang sekali kalau
tidak bisa menyaksikan merak ini dengan mata kepala sendiri. Merak yang indah.
Warnanya hitam pekat dengan sedikit warna orens di bagian bawah sayapnya. Namun
tidak bisa menyaksikannya dengan jarak dekat, mereka sangat menjaga jarak
dengan manusia. Kami melewati sungai yang sangat jernih dengan selada air yang
sangat banyak di sekitar pinggir sungai. Kami mengambil sebanyak kami bisa,
lumayan untuk dijadikan sayur. Sampai saatnya kami tiba di pos Cikasur
menjelang magrib, kami langsung menyiapkan diri untuk beristirahat. Entah
kenapa perjalanan kali ini rasanya begitu berat. Teman satu tim sangat
mempengaruhi mood dan keadaan. Percayalah! :p
pagi hari di pos Cikasur
Yang tak terlupakan saat pendakian ini salah satunya bisa
menatap langit malam bertabur bintang dengan puass. Cuaca tanpa bulan malam itu
sangat indah untuk melepas penat. Milky
Sky yang sangat kuidamkan akhirnya bisa kutatap dengan jelas. Belum lagi
saat di pos Rawa Embik. Pernah membayangkan menatap bintang di ketinggian 2700
mdpl ? saya pun tidak. Biasanya cuma berharap bisa menatap di atas gedung
tinggi atau di pinggir pantai, itu sudah sangat indah. Di pos Rawa Embik,
ketinggian 2700 mdpl, bintang serasa begitu dekat dan jelas. Mungkin
senior-seniorku sudah menganggapku “dasar anak kota, baru lihat bintang”. Haha,
terserahlah. Saya suka langit, saya suka bintang, dan inilah yang kuidamkan
selama ini. Menatap bintang seindah ini. Andai bisa mengabadikan pemandangan
itu, tapi ternyata hanya memori otak ini yang bisa menyimpannya. Hanya saja
tidak lama bisa menikmatinya. Hawa dingin yang sangat menusuk tulang merayu
untuk segera masuk tenda. Selain milky sky-nya yang sangat menggoda, kabut yang menutup seluruh Cikasur saat petang juga sangat menyenangkan untuk dipandang. Di pagi hari (tepatnya subuh), suara merak hitam membangunkan dengan suaranya yang nyaring.
tiba di pos Rawa Embik sore hari
Lagi, ciri khas gunung Argopuro, bunga Edelweis dengan
ketinggian diatas 1,5 meter. Untuk pertama kalinya saya melihat Edelweis
setinggi itu. Kita bisa menemukannya saat perjalanan menuju pos Rawa Embik.
Setelah pos Rawa Embik, lebih banyak lagi, serasa berada di hutan Edelweis.
Bukan ladang Edelweis seperti di Alun-alun Surya Kencana, Gn.Gede. Sepanjang perjalanan juga banyak bunga-bunga
liar yang indah. Saya sangat penasaran jika pendakian kami di musim penghujan,
pastila sangat indah. Beberapa kali saya menemukan dandelion hutan, ukurannya
lebih besar. Kelopaknya yang mengembang dan warna putih, sangat menggoda untuk
dipetik. Hehe, maaf. Lagipula, dia memang sudah siap untuk menerbangkan bakal
dandelion baru kan? *pembelaan*. Yang sangat kusesali, tidak sempat mengambil
gambar sebelum mencabutnya dari tanah. Hiks.
edelweis turun dari puncak
Danau Taman Hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar